Selasa, 15 Juni 2010

TELADAN ROSULULLAH DALAM PERNIKAHAN

Teladan Rasulullah dalam Pernikahan PDF Print E-mail
Banyak tuduhan dan kritikan yang terlontar terhadap Nabi kita Muhammad Rasulullah (shalllallahu 'alaihi wasallam), salah satu nya adalah masalah Penikahan Rasulullah saw dalam kaitannya dengan poligami. Pada permulaan khutbah ini saya telah mengatakan bahwa Allah swt telah memberikan bimbingan kepada kita mengenai masalah hak dan kewajiban didalam perkawinan. Beberapa ayat Alqur’an akan saya sampaikan didalam khutbah hari ini. Sebelum mengemukakan hal itu semua saya terlebih dahulu akan menerangkan uswah hasanah Rasulullah saw. Bagaimana perlakuan beliau terhadap keluarga dan bagaimana tingginya martabat tauladan yang beliau tunjukkan kepada kita. Pada suatu waktu beliau bersabda :
خَيْرُكُنْ خَيْرُكُمْ ِلاَهْلِهِ وَاَنَا خَيْرُكُمْ ِلاَهْلِيْ
Artinya : Sebaik-baik orang dari antara kamu adalah orang yang berlaku baik terhadap keluarganya dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu sekalian dalam perlakuan terhadap keluargaku. Setelah itu beliau memberi nasihat kepada kita :”
Apabila kamu melihat kelemahan pada isteri kalian atau merasa tidak senang melihat perbuatan atau kebiasaan-nya, maka ketahuilah tentu banyak sekali hal-hal lain yang baik pada isteri kalian yang kalian senangi. Maka dengan mengutamakan perkara yang baiknya itu kalian harus mengambil jalan untuk berlaku sabar dan tabah menghadapi mereka. Untuk itu kalian harus menunjukkan perangai yang lembut penuh kasih-sayang kepada mereka.”

Nasihat tersebut merupakan perintah bagi kedua belah pihak, bagi suami maupun isteri. Dan semua isteri-isteri Rasulullah saw menjadi saksi bahwa beliau selalu berlaku sangat baik, ramah dan lembut terhadap mereka itu. Apabila beliau mau pergi safar atau perjalanan jauh, beliau mengundi isteri-isteri beliau semua, siapa yang akan menyertai beliau didalm perjalanan itu. Nama siapa yang keluar dalam undi itu maka beliau bawalah isteri beliau itu menemani safar atau perjalana beliau. Apabila ada isteri beliau jatuh sakit beliau pergi menengok-nya. Beliau menjaga perasaan isteri-isteri beliau. Namun demikian beliau memanjatkan do’a seperti ini : “ Wahai Allah ! Engkau tahu dan Engkau menyaksikan pembagian yang sama dan sesuai keadilan yang aku lakukan, wahai Tuhan ! Aku tidak kuasa untuk mengawal hatiku. Jika perhatianku lebih banyak tercurah terhadap seseorang dari isteriku disebabkan oleh kelebihannya yang tertentu, maka ma’afkanlah daku !!”

Dalam menjelaskan hubungan beliau dengan Khadijah r.a. kepada Aisyah r.a. beliau saw bersabda : “ Khadijah r.a. menjadi teman hidupku ketika aku masih seorang diri. Dia menjadi penolongku ketika aku tidak mempunyai seorang penolong-pun. Dia telah menyerahkan semua hartanya kepadaku tanpa ragu dan tanpa merasa sayang sedikitpun. Melalui beliau Allah swt telah menganugerahkan beberapa orang anak dan dia telah memberi kesaksian atas da’waku ketika dunia dengan keras mendustakan aku. Beliau mempunyai daya intelijensia yang sangat kuat untuk mengenal kebaikan dan daya inteligensianya yang kuat dan luas itu tetap tertanam didalam kalbu beliau.” Sekalipun isteri-isteri yang masih muda masih hidup bersama beliau dan selalu mendampingi dengan penuh kecintaan, namun beliau selalu menguraikan kecintaan kepada Khadijah r.a. itu dihadapan isteri-isteri beliau lainnya, sebab wahyu Allah swt paling banyak turun didalam bilik rumah beliau. Sehingga Aisyah-pun berkata kepada beliau : “Isteri Tuan yang lain juga masih ada, mengapa selalu bercerita tentang perempuan tua (Khadijah) itu saja? ” Maka Rasulullah saw dengan penuh bijaksana telah menjelaskannya dengan baik, dan bersabda : “ Janganlah kalian menunjukkan pandangan yang sempit ! Bahkan timbulkanlah keberanian dan gairah semangat !! Itulah sebabnya aku telah menjelaskan tentang riwayat kebaikan, keikhlasan dan akhlak isteri yang pertama.”

Pada zaman sekarang para orientalist dan para penentang yang telah melemparkan bermacam-macam tuduhan jahat dan tak berasas yang sangat melampaui batas kepada Rasulullah saw, apakah mereka tidak nampak bagaimana indahnya uswah hasanah dan teladan Junjungan kita itu ? Bagaimana indahnya beliau telah menunaikan hak-hak kaum keluarga beliau ? Beliau telah memperlihatkan perlakuan yang adil dan merata secara zahir terhadap isteri-isteri beliau yang hidup bersama-sama beliau saw, sekalipun hati beliau tanpa bisa dikawal selalu condong kepada isteri yang paling banyak melakukan segala macam pengurbanan dimasa permulaan hidup beliau saw. Keikhlasan dan semangat pengurbanan isteri beliau itu selalu diceritakan kepada isteri-isteri beliau yang pada waktu itu masih hidup bersama-sama beliau. Dan beliau bersabda kepada isetri-isteri beliau itu : “ Aku jelaskan demikian karena aku sangat menghargainya dan aku sangat bersyukur kepada Allah swt atas pengurbanannya itu. Jika aku tidak berlaku demikian maka aku akan dikira sebagai orang yang tidak tahu bersyukur kepada Allah swt, Yang selalu memenuhi kehendak apapun yang tersimpan didalam hatiku. Dan Dia telah menganugerahkan nikmat-nikmat-Nya yang sangat luas kepadaku.

Perlakuan sangat baik dan indah Rasulullah saw terhadap isteri-isteri beliau disebabkan telah turun perintah Tuhan melalui beliau bahwa manusia harus memenuhi tuntutan keadilan. Jika beliau menyuruh orang-orang yang beriman agar melakukan perintah Allah swt maka terlebih dahulu beliau sendiri berusaha menegakkan contoh teladan yang baik untuk itu. Apabila Allah swt telah memerintahkan manusia untuk mengawini perempuan lebih dari satu orang, maka Allah swt-pun telah menjelaskan beberapa syarat-nya, sebab para penentang islam telah melakukan tuduhan-tuduhan jahat terhadap islam dan juga terhadap Rasulullah saw. Mereka menuduh bahwa dengan memberi izin menikah lebih dari satu orang adalah perbuatan zalim terhadap kaum perempuan. Atau hal itu semata-mata untuk memberi peluang kepada kaum lelaki untuk melepas keinginan nafsu mereka. Sehubungan dengan itu Allah swt berfirman :

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِىْ الْيَتٰمٰى فَانكِحُوْا مَا طَابَ لَـكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ‌‌ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلاَّ تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ‌ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلاَّ تَعُوْلُوْا

Artinya : “ Dan, jika kamu khawatir bahwa kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lainnya yang kamu sukai; dua,atau tiga, atau empat, akan tetapi jika kamu khawatir bahwa kamu tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang perempuan saja, atau kawinilah yang dimiliki tangan kananmu. Cara demikian itu lebih dekat untuk kamu supaya tidak berbuat aniaya (An Nisaa : 4)

Didalam ayat ini Allah swt pertama sekali telah menjelaskan tentang kewajiban untuk melindungi anak yatim, bahwa apabila kalian mengawini anak-anak yatim maka janganlah melakukan kezaliman terhadap mereka melainkan kalian kawinilah mereka sambil memenuhi kewajiban mereka sepenuhnya. Dan setelah mengawini mereka kalian harus menjaga perasaan mereka. Jangan sekali-kali kalian menyangka bahwa tidak ada orang lain yang menegur kalian sehingga ia bisa diperlakukan sekehendak hati kalian. Jika kalian merasa takut atau ragu-ragu bahwa kalian tidak bisa berlaku adil terhadap mereka maka kawinlah dengan perempuan-perempuan yang merdeka. Diizinkan untuk menikahi dua atau tiga atau empat orang. Akan tetapi harus disertai dengan perlakuan yang adil. Jika kamu tidak akan dapat berlaku adil maka janganlah kamu kawin lebih dari satu. Dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmad. telah bersabda ; “ Mengawini anak-anak yatim yang tengah kamu pelihara tidak diharuskan kepada kamu, namun jika kamu mengira bahwa oleh kerana anak-anak ini tidak mempunyai ahli waris dan jangan-jangan kamu berbuat aniaya terhadap diri mereka maka kamu boleh mengawini satu dua tiga sampai empat orang perempuan, dengan syarat kamu berlaku adil, namun jika kamu tidak bisa berlaku adil terhadap mereka maka cukuplah kamu hanya mengawini seorang saja, sekalipun kamu merasa perlu untuk melakukan hal itu.”

Sekarang tengoklah bagaimana nasihat mirza Ghulam Ahmad sebagai Hakim Adil zaman ini, sekalipun dirasakan perlu untuk melakukan poligami namun tujuan yang sangat diutamakan adalah demi menegakkan keadilan keamanan dan ketenteraman dikalangan masyarakat. Saya sering menerima keluhan dari mana-mana tempat dengan mengatakan bahwa, anak sudah banyak, tapi suami mau menikah lagi dengan mengemukakan banyak alasan. Perkara yang pertama harus diingat ialah jika diantara mereka keadilan tidak bisa ditegakkan, maka janganlah menikah lagi. Dalam menegakkan keadilan mengandung bermacam jenis hak yang harus dipenuhi. Jika pendapatan tidak memenuhi syarat untuk menutupi keperluan rumah tangga, maka dengan melakukan perkawinan kedua akan terjadi perampasan hak isteri dan hak anak-anak dari keluarga yang pertama. mirza Ghulam Ahmad menjelaskan: “ Jika keadaan mendesak disebabkan alasan yang wajar terpaksa harus melakukan perkawinan yang kedua maka dalam hal demikian, perhatian suami terhadap isteri pertama harus dicurahkan lebih besar dari sebelumnya. Akan tetapi prakteknya yang nampak kepada kita, mereka betul-betul menutup mata tidak menaruh perhatian terhadap anak-anak dan isteri pertama. Dan mereka melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah swt. Maka sangat diperlukan untuk mengadakan peninjauan terhadap diri sendiri apakah tidak berlaku pelanggaran keadilan didalam segi kelapangan financial dan dalam menunaikan hak-hak lainnya ?” mirza Ghulam Ahmad bersabda lagi: “ Menurut pendapat kita adalah lebih baik manusia jangan membuat dirinya terlibat didalam suatu percobaan yang menyulitkan kerana melakukan perkawinan kedua. Jadi hak-hak memenuhi kewajiban isteri merupakan tanggung jawab yang begitu besar sehingga jika tidak memenuhinya manusia terlibat atau bisa terlibat kedalam kancah kesulitan. Sehingga menjadi sebab turunnya kemarahan Tuhan kepadanya.”

Saya telah menjelaskan tentang do’a Rasulallah saw sebagai berikut ini : “ Ya Allah secara zahir aku berusaha berlaku adil terhadap setiap isteriku. Akan tetapi disebabkan kelebihan salah seorang isteri-ku kadang-kadang aku menzahirkannya dihadapan isteri-steriku yang lain, dan dalam hal itu aku tidak berdaya apa-apa. Oleh sebab itu ma’afkanlah aku !” Dan hal itu telah beliau lakukan sungguh sesuai dengan fitrat manusia. Dan Allah swt Yang telah menciptakan manusia dan Dia telahpun memberi izin untuk melakukan pernikahan lebih dari satu orang, Dia mengetahui pasti apa yang tersimpan didalam lubuk hati hamba-hamba-Nya dan Dia mengetahui apa yang tersembunyi didalam diri manusia, Dia mengetahui yang ghaib dan Dia telah menjelaskannya didalam Kitab Suci Alqur’an, bahwa peristiwa seperti itu bisa saja terjadi disebabkan adanya beberapa hal kebaikan sehingga perhatian kalian lebih condong kepada seseorang. Dalam hal demikian bagaimanapun sangat penting untuk memperhatikan hak-haknya secara zahir agar dipenuhi secara sempurna. Allah swt berfirman didalam surah An Nisa ayat 130 sebabagai berikut :

وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْۤا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَآءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ‌ۚ فَلَا تَمِيْلُوْا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوْهَا كَالْمُعَلَّقَةِ‌ وَاِنْ تُصْلِحُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri, betapapun kamu menginginkannya. Maka, janganlah kamu mencondongkan seluruh kecondongan kepada seseorang sehingga kamu meninggalkan yang lain sebagai barang terkatung-katung. Dan, jika kamu saling memperbaiki diri dan berusaha menjadi orang bertaqwa, maka sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Didalam perkara yang berada diluar kemampuan manusia untuk melaksanakannya, jika tidak mungkin untuk berlaku secara kamil atau sempurna, namun sedapat mungkin manusia harus berusaha berlaku adil sesuai dengan kemampuannya. Dan perlakuan adil secara zahir seperti yang telah saya jelaskan, termasuk dalam memberi makan-minum, pakaian, tempat tinggal dan mengatur waktu. Hanya menyediakan wang belanja saja namun tidak menyisihkan waktu untuk tinggal bersama-nya, hal itu tidak bisa dibenarkan. Atau hanya meneyediakan tempat tinggal saja namun tidak memberi wang keperluan rumah tangga sehingga terpaksa isteri meminta bantuan kepada orang lain, maka perlakuan seperti inipun tidak betul. Jadi, memberi keperluan zahiriyah kepada sang isteri merupakan kewajiban laki-laki sepenuhnya. Terdapat didalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Seorang yang mempunyai dua orang isteri dan ia memberi perhatian hanya kepada salah seorang isteri saja dari mereka sedangkan yang kedua ditinggalkan tidak diberi perhatian terhadap-nya, maka pada hari Kiamat ia akan dibangkitkan dalam keadaan badannya terpotong menjadi dua atau terpisah menjadi dua bagian.” Maka Allah swt berfirman : “ Orang bertaqwa adalah orang yang memenuhi kedua hak zahiriyah kedua isterinya.” Dan janganlah meninggalkan isteri yang manapun sehingga dalam keadaan sebagai isteri, mereka terlepas dari hak-hak mereka. Janganlah ditinggalkan terpisah begitu saja dan jangan pula hak-haknya tidak dipenuhi secara betul. Bagi seorang mukmin tidak dibenarkan berbuat seperti itu. Maka kewajiban setiap orang mukmin untuk menjaga diri dari perbuatan demikian yakni perbuatan yang dilarang oleh Allah swt dan berusahalah selalu untuk memperbiki diri.

Banyak diterima keluhan dari perempuan-perempuan yang mengatakan bahwa mereka tidak diberi perhatian oleh suami mereka, sedangkan perhatian suaminya hanya ditujukan kepada isteri yang lain. Selain dari itu dengan memberi alasan tentang isteri yang lainnya, hanya memberi perhatian kepadanya saja, maka timbullah pertengkaran diantara mereka berdua sehingga suaminya mengancam dengan mengatakan : Saya tidak akan melepaskan engkau, tidak pula akan menalak engkau dan tidak pula akan menggauli engkau untuk selamanya. Jika terjadi mukadimah di Pengadilan maka mukadimah itu diperpanjang di Pengalian tanpa sebarang alasan. Dibuat dan dicari-cari alasan supaya perkara menjadi tambah panjang. Kebanyakan suami tidak menjatuhkan talak kepada isterinya supaya pihak isteri meinta khula sehingga dia terlepas dari membayar hak mahar (mas kawin). Semua masalah ini membawa manusia semakin jauh dari Taqwa. Allah swt berfirman : “ Perbaikilah diri kalian jika kalian menjadi orang yang mengharapkan kasih sayang dan pengampunan dari Allah swt, maka tunjukkanlah diri sebagai orang yang mempunyai rasa kasih sayang dan mempunyai sifat pengampun kepada orang lain dan berilah tempat tinggal kepada sang isteri dengan baik dirumah kalian. Jika kalian menginginkan mendapat kasih sayang Tuhan yang luas, maka perluaslah kasih sayang kalian terhadap orang lain, khasnya terhadap isteri kalian. Didalam ayat berikutnya dari ayat yang telah saya tilawatkan dari surah Al Nisa ayat 131 Tuhan berfirman: وَاِنْ يَّتَفَرَّقَا يُغْنِ اللّٰهُ كُلاًّ مِّنْ سَعَتِه وَكَانَ اللّٰهُ وٰسِعًا حَكِيْمًا‏ Artinya : “ Jika kedua mereka itu bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dengan limpahan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas dan Maha Bijaksana”.

Didalam ayat ini Allah swt berfirman, jika tidak ada jalan lain lagi untuk berdamai diantara kalian berdua maka janganlah isteri itu dibiarkan terkatung-katung. Bebaskanlah dia dengan cara yang paling baik dan berilah segala hak-haknya (maskawinnya dan nafkah anak-anaknya dsb) kepada perempuan itu dengan cara yang sebaik-baiknya. Jika sang suami meninggalkan kewajiban-kewajbannya itu maka sang isteri itu mempuanyai hak untuk menuntut khula melalui qadhi. Bagaimanapun Allah swt berfirman, seorang mukmin lelaki dan seorang mukmin perempuan akan berada diatas jalan taqwa apablia mereka berusaha sekuat tenaga untuk melakukannya demikian. Jika mereka berdua telah gugur didalam usaha mereka itu, maka berpisahlah dengan cara yang baik dan terhormat. Dan berpisahlah sang suami dari isterinya setelah menunaikan kewajiban terhadap mantan isterinya itu dengan cara yang sebaik-baiknya. Dan kerana mereka sudah gagal menjalin kehidupan bersama dengan jalan Taqwa dan mereka sekarang tengah berpisah maka Allah swt berfirman, maka Tuhan dengan karunia dan rahmat-Nya yang sangat luas dan tak terhingga batasnya itu akan menyediakan barang-barang dan sarana-sarana yang lebih baik lagi bagi mereka. Dan Dia akan menganugerahkan barang-barang dan sarana-sarana demikian banyaknya dari sisi-Nya sehingga mereka akan merasa lebih dari cukup. Sekalipun berpisahnya suami dan isteri dari segi Hadis Rasulullah saw perbuatan yang sangat tidak disenangi oleh Allah swt. Namun mereka telah gagal setelah berusaha keras untuk menjalani kehidupan dengan penuh taqwa itu, oleh sebab itu Allah swt Yang mengetahui sampai kedalam lubuk hati hamba-Nya, apabila mereka terpaksa memberi keputusan sambil merundukkan kepala dihadapan Allah swt maka Allah swt Yang memiliki karunia dan rahmat yang maha luas itu pasti akan menyediakan sarana kehidupan yang sangat baik kepada mereka berdua. Oleh sebab Tuhan adalah Hakim juga, oleh kerana keputusan yang diminta adalah dari Allah swt Yang Maha Bijak tentu Dia akan menganugerahkan dengan penuh hikmah kepada hamba-Nya. Tentua merekapun memperoleh kehidupan dengan bimbingan-Nya.

Didalam ayat ini Allah swt telah menjelaskan asas sebuah hukum, bahwa menentukan hubungan suami isteri tidak boleh terburu-buru disertai dengan perasaan emosional baik dari pihak kedua ibu-bapak maupun dari kedua pihak lelaki ataupun perempuan jangan kerana perasaan emosinal didalam menentukan rencana untuk membina rumah tangga itu. Bahkan harus dipikir dahulu dengan matang dan dibantu dengan do’a kepada Allah swt ketika mulai menjalin hubungan untuk membina rumah tangga itu sebab Allah swt Yang mengetahui dan menguasai setiap masalah. Mereka harus memohon pertolongan dari pada Allah swt dengan memanjatkan do’a kepada-Nya. Apabila dengan karunia Allah swt rumah tangga telah dibentuk atas dasar pertolongan-Nya maka Dia menurunkan rahmat dan karunia-Nya yang berlimpah kepada kedua pasangan suami isteri itu. Allah membuat mereka hidup dengan berkecupan dan Allah swt memberi kelapangan didalam rezki dan harta-benda mereka. Dan Dia menciptakan kebahagiaan dan ketenteraman didalam rumah tangga mereka dan didalam hubungan mereka sebagai suami isteri.

Saya telah menyinggung masalah talak, banyak lelaki yang menggantung masalah talak terhadap isteri mereka dan berusaha membuat masalah itu menjadi panjang berlarut-larut. Padahal setelah menikah hidup bergaul bersama-sama dalam tempoh yang cukup lama, kemudian lahirlah pula anak-anak, akhirnya mengapa harus timbul masalah talak. Apabila perempuan sudah dicerai suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi hak-hak mantan isterinya itu, selain dia harus memberi perbelanjaan untuk anak-anaknya dia harus membayar atau melunasi hak mahar atau mas kawinnya. Akan tetapi Allah swt berfirman bahwa kadang-kala timbul keadaan yang tidak bisa diatasi, misalnya rukhstanah belum dilaksanakan, hak mahar atau mas kawin juga belum ditentukan. Namun hak-hak si perempuan harus dipenuhi.

Didalam surah Albaqarah ayat 237 Allah swt berfirman :

لاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَآءَ مَا لَمْ تَمَسُّوْهُنَّ اَوْ تَفْرِضُوْا لَهُنَّ فَرِيْضَةً ۖۚ وَّمَتِّعُوْهُنَّ‌ۚ عَلَى الْمُوْسِعِ قَدَرُهُ وَ عَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ ‌ۚ مَتَاعًاۢ بِالْمَعْرُوْفِ‌‌ۚ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ

Artinya : Tidak ada dosa diatas kamu, jika kamu mencerai (menalak) perempuan-perempuan yang belum kamu sentuh atau kamu belum menentukan maskawin bagi mereka. Akan tetapi, berikanlah kepada mereka, yang kaya menurut kadar kemampuannya, dan bagi yang berkekurangan menurut kadar kemampuannya, suatu pemberian dengan cara yang ma’ruf. Inilah kewajiban atas orang-orang yang berbuat ihsan atau kebaikan.

Didalam ayat ini Allah swt berfirman, apabila lelaki tidak ingin melanjutkan hubungan keluarga apapun sebab dan alasannya, maka menjadi tanggung jawab pihak suami untuk memutuskan hubungan keluarga itu dan ia harus berlaku sangat baik terhadap isterinya, dan ia harus mengeluarkan semua biaya sesuai dengan kemampuannya. Jika Allah swt telah menganugerahkan harta cukup banyak maka Dia memerintahkan kepada pihak lelaki untuk menzahirkannya bahwa dia mempunyai harta cukup banyak. Jika dia tidak menzahirkannya sesuai dengan anugerah itu maka Tuhan Yang telah memberi kelapangan harta itu kepadanya berkuasa penuh untuk menghentikan anugerah-Nya itu kepadanya. Dia telah menerima banyak anugerah berupa harta dari Tuhan, jika dia tidak berlaku adil dan tidak berlaku baik atau ihsan tentu Tuhan akan menarik kembali anugerah-Nya itu dan menggantinya dengan kesempitan kembali. Oleh sebab itu jika ingin mendapat bagian dari karunia Tuhan maka dia harus menzahirkan anugerah-Nya itu kepada pihak perempuan dan berlaku baik atau ihsan kepadanya. Dan oleh sebab Allah swt tidak mengenakan beban kepada seseorang melebihi kekuatan atau kemampuannya maka Dia berfirman, jika keadaan miskin tidak mempunyai kekuatan untuk memberi banyak kepada pihak perempuan yang dicerainya itu maka dia boleh memberi berapa saja kepadanya sesuai dengan kemampuannya. Allah swt berfirman, jika kamu menjadi orang yang berlaku baik dan bertaqwa, maka kamu berkewajiban untuk berlaku ihsan kepadanya. Sampai batas mana Rasulullah saw menjalankan peraturan dengan ketat sehubungan perkara tersebut dapat diketahui dari riwayat berikut ini.

Pada suatu ketika seorang Ansar (orang mukmin Madinah) mengawini seorang perempuan dan menceraikannya kembali sebelum melakukan pergaulan dengan isterinya itu. Maskawinpun belum ditentukannya. Perkara ini tatkala sampai kepada Rasulullah saw, beliau bertanya kepada sahabah itu : “ Apakah engkau telah memberi sesuatu sebagai ihsan kepada perempuan itu ?” Sahabah itu menjawab : Ya Rasulallah ! Saya tidak mempuanyai sesuatu untuk diberikan kepadanya. Maka Rasulullah saw bersabda kepadanya : “ Apa yang terletak diatas kepala engkau berikanlah itu kepadanya!” Dari riwayat ini nampaklah kepada kita bagaimana Rasulullah saw sangat menaruh perhatian terhadap hak perempuan yang merupakan kewajiban pihak lelaki untuk memenuhinya. Macam perkara yang telah diuraikan diatas bahwa jika maskawin belum ditentukan maka benda apapun harus diberikan kepada perempuan sebagai perlakuan ihsan kepadanya. Maka dalam keadaan apabila maskawin telah ditetapkan sebelumnya, apa yang harus dilakukan selanjutnya ? Maka hal seperti itu telah disebutkan dengan jelas didalam ayat berikutnya itu yaitu, bayarkanlah mas kawin itu separuh dari padanya.

Demikianlah Alqur’an telah menetapkan hak-hak perempuan yang menjadi tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh pihak lelaki atau keluarga lelaki itu. Dan diberitahukan juga dengan jelas apa kewajiban pihak kaum lelaki dan tentang hubungan mereka serta tentang urusan menyusui anak-anak, telah dijelaskan peraturan-peraturannya. Selain itu telah diberitahukan juga dengan jelas tentang kewajiban-kewajiban pihak perempuan terhadap mengurus anak-anak dan juga terhadap suami mereka, merupakan kewajiban mereka untuk mengamalkannya. Dan Allah swt telah menjelaskan semua hak-hak dan kewajiban mereka yang dikenakan kepada kedua belah pihak baik kepada perempuan maupun kepada pihak lelaki. Dan semua kewajiban itu telah dikenakan kepada kalian yang harus dilaksanakan sesuai dengan kekuatan dan kemampuan kedua belah pihak lelaki maupun perempuan. Laksanakanlah hal itu semua. Tentang itu terdapat keterangan yang sngat rinci yang tidak akan saya jelaskan pada waktu ini. Sampai waktu ini telah saya jelaskan dua perkara dan saya anggap sudah cukup tentang itu semua yang saya ingin mejelaskannya. Pertama bagaimana uswah hasanah atau teladan yang sangat baik telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw tentang hak-hak sang isteri. Dan demi meraih keridhaan Allah swt bagaimana beliau telah menegakkan standar atau mutu dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban itu. Dan yang kedua bagaimana pentingnya mengingatkan setiap orang Ahmadi Muslim untuk melangkah diatas jalan yang telah ditegakkan oleh Rasulullah saw dalam memenuhi hak-hak kewajiban itu, khasnya yang Allah swt telah menetapkannya diatas pundak kaum lelaki.

Sekarang saya ingin mengingatkan kepada sebuah perkara lagi. Allah swt berfirman didalam surah Al An ‘Am ayat 153 sebagai berikut :

وَلاَ تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلاَّ بِالَّتِىْ هِىَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّه‌ۚ وَاَوْفُوْا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِ‌ۚ لاَ نُـكَلِّفُ نَفْسًا اِلاََّ وُسْعَهَا‌ۚ وَاِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰى‌‌ۚ وَبِعَهْدِ اللّٰهِ اَوْفُوْا ذٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِه لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَۙ‏

Artinya : Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang terbaik sampai ia mencapai kedewasaannya. Dan penuhilah ukuran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memberi beban kepada suatu jiwa kecuali menurut kemampuannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil walaupun itu terhadap seorang kerabat, dan sempurnakanlah janji dengan Allah. Demikianlah Dia telah memerintahkan kepadamu mengenai hal itu supaya kamu mendapat nasihat.

Didalam ayat ini Allah swt menyebutkan lima perkara yang harus kita lakukan.Selain itu Allah swt memberitahu bahwa Dia tidak memberi tanggung jawab kepada siapapun yang berada diluar kemampuannya. Seperti telah saya katakan sebelumnya bahwa disebabkan Allah swt mempunyai ilmu pengatahuan yang demikian luas dan tidak terbatas, Dia mengetahui sampai dimana kemampuan dan kepakaran hamba-hamba-Nya dan sampai dimana kemampuannya itu. Jadi Hukum-hukum yang telah Allah swt berikan kepada kita semuanya berada dibawah jangkauan kekuatan kita dimana kita bisa melakukannya. Perkara-perkara yang disebutkan didalam ayat tersebut, pertama adalah perintah supaya jangan mendekati harta anak-anak yatim, kecuali dengan cara yang sangat baik. Dan orang yang memegang harta anak-anak yatim adalah Amin (orang yang terpercaya) Oleh kerana itu harta yang dia pegang itu harus dipergunaka demi kebaikan hidup anak-anak yatim itu. Didalam surat lain didalam Alqur’an Allah swt berfirman : Harta anak-anak yatim harus dijaga dengan selamat. Dan harta itu harus dipergunakan untuk biaya pendidikan (ta’lim dan tarbiyyat) anak-anak yatim itu. Dan apabila tidak ada orang yang mempunyai kemampuan dan tidak bisa bertahan untuk membiayai anak-anak yatim itu, maka hendaklah ia menggunakan harta anak yatim itu dengan sangat hati-hati sekali. Jangan sampai mereka sudah mencapai umur dewasa harta mereka itu habis. Jadi, orang mukmin sejati adalah orang yang betul-betul menjaga harta anak yatim, dan menjaga kekayaan mereka sampai mereka itu menjadi dewasa, kemudian dia memenuhi hak-hak mereka secara benar. Dia harus bisa menjaga harta mereka itu dengan sungguh-sungguh seperti dia menjaga hartanya sendiri dengan sungguh-sungguh, dan seperti dia berpikir dengan cermat dan dengan hati-hati sekali sebelum ia menggunakan hartanya didalam sebuah perniagaan dengan orang lain. Atau dia menginvestasikan hartanya dalam sebuah perniagaan atau sebuah perusahaan orang lain dengan sangat hati-hati sekali. Sebagaimana dia merasa sayang terhadap hartanya sendiri maka seperti itulah dia harus sayang terhadap harta anak yatim juga.

Tentang harta anak yatim juga terdapat perintah bahwa investasikanlah harta anak yatim itu seperti menginvestasikan harta sendiri. Supaya berkat kemajuan perniagaan itu merekapun mendapat faedah dari padanya atau harta mereka semakin bertambah banyak. Sehingga apabila mereka sudah meningkat dewasa merekapun bisa menyaksikan perkembangan harta mereka itu semakin banyak. Dengan demikian walaupun mereka anak-anak yatim, namun sesudah dewasa mereka akan menjadi anggota masyarakat yang dihargai dan dihormati orang. Akan tetapi sering diterima keluhan dimana terjadi perlakuan khianat terhadap harta anak-anak yatim dan juga terhadap hubungan kekeluargaan. Misalnya harta anak yatim disimpan dengan pamannya atau saudaranya terdekat lalu paman atau saudaranya terdekat itu telah mengambil faedah secara tidak wajar terhadap harta mereka itu. Orang-orang seperti itu harus ingat betul bahwa dengan memakan harta orang lain seperti itu tidak akan menambah banyak hartanya sendiri. Dan jika siapapun yang mengambil faedah dari harta orang lain dengan cara yang tidak benar seperti itu, maka dia akan menjadi sasaran peringatan Tuhan dimana Tuhan berfirman bahwa orang yang memakan harta anak-anak yatim akibatnya disebutkan didalam Alqur’an seperti berikut :

اِنَّ الَّذِيْنَ يَاْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَاْكُلُوْنَ فِىْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا‌ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا

Sesungguhnya mereka yang memakan harta anak-anak yatim dengan aniaya, mereka sebenarnya tak lain hanya menelan api kedalam perut mereka, dan mereka pasti akan terbakar didalam api yang menyala-nyala (An Nisa : 11)

Dan orang yang membantu dalam perbuatan zalimnya itu, dia juga tidak akan terlepas dari ancaman Tuhan itu. Sebagaimana diterangkan didalam banyak ayat yang lain.

فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَاْلقُرْبىَ

Yakni : Berlakulah adil sekalipun terhadap kaum kerabat sendiri.

Jadi hal itu adalah perkara yang patut ditakuti agar harta anak-anak yatim juga harus dijaga betul dan jika ada yang tengah menggunakan harta mereka itu dengan cara yang tidak benar maka Allah swt tidak akan pernah menjadi Penolongnya. Jadi penjagaan terhadap harta anak-anak yatim dan menyerahkan harta itu kepada mereka apabila mereka sudah menjadi dewasa Allah swt berfirman : “Ukurlah dan timbanglah harta mereka itu dengan cara yang adil.” Yakni janganlah melakukan perniagaan dalam perkara itu. Sebab kehancuran yang pernah terjadi pada bangsa-bangsa pada umumnya disebabkan karena perbuatan perniagaan secara khianat dan tipu muslihat. Cara-cara yang dilakukan oleh para sahabah Rasulullah saw apabila timbul suatu cacat didalam barang-barang jualan mereka sekalipun tidak nampak kepada sipembeli, mereka memberitahukan sendiri cacat yang terdapat didalam barang-barang yang tengah dijual itu, supaya jangan terjadi penipuan kepada orang lain. Akhirnya Allah swt berfirman, penuhilah janji yang telah pernah diucapkan. Utamanya adalah demi kebaikan masyarakat dan untuk menegakkan hak-hak mereka itu. Akan tetapi hal itu akan bisa dilaksanakan apabila dia paham betul bahwa Allah swt adalah Zat Yang ilmu-Nya sangat luas sekali. Dia tahu siapa dan sampai dimana keadaan janjinya itu. Apabila janjinya itu akan dipenuhi dengan menghadirkan Allah swt sebagai saksi barulah hakukullah dan hakukul ibad bisa dipenuhi dengan cara yang benar. Apabila perkara ini kalian memahaminya maka barulah kalian dianggap sudah berpegang kepada nasihat dari Allah swt. Dan telah berusaha untuk mengamalkan hukum-hukum Allah swt dengan penuh keta’atan. Dan tidak akan timbul didalam hati bahwa pekerjaan ini berada diluar kemampuan saya. Bahkan harus berusaha dengan sesungguhnya bahwa apapun perintah Allah swt berada didalam kemampuan kalian. Dan kita harus melakukannya. Apabila kita berpikir seperti itu dan berusaha untuk mengamalkannya maka kita akan menjadi orang-orang yang mendapat bahagian dari pada apa yang dijanjikan Allah swt kepada kita. Allah swt berfirman :

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لاَ نُـكَلِّفُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَاۤ اوُلـَئِكَ اَصْحٰبُ الْجَـنَّةِ‌ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْن

Artinya : Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami tidak membebankan seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, mereka inilah penghuni surga, mereka akan kekal didalamnya. (Al’Araf : 43)

Semoga Allah swt menjadikan kita semua orang-orang yang selalu runduk dihadapan-Nya dan menjadi orang-orang yang selalu mengamalkan hukum-hukum-Nya Yang telah memeintah kita untuk mengamalkannya sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kita. Dia Yang telah meletakkan perintah untuk beramal sesuai dengan kemampuan kita yang sangat terbatas, akan tetapi dengan menyebutkan rahmat-Nya tanpa batas dan tanpa tepi telah memberi khabar gembira kepada kita bahwa Dia akan menyelimuti kita dengan cadar maghfirah-Nya. Maka kewajiban kitalah untuk terus meningkatkan iman dan usaha untuk melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya. Untuk itu semoga Allah swt memberi taufiq kepada kita semua. Amin !!!

(KHUTBAH MIRZA MASROOR AHMAD (Imam ahmadiyah sedunia, Tanggal 8 Mei 2009 dari Baitul Futuh London, U.K.)
Sumber: http://agamaislam.info/ajaran-islam/14-ajaran-islam-mengenai-peraturan-perkawinan-dan-kewajiban-kewajibannya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar